Takdir Allah, Engkau Tidak Bisa Merubahnya

Takdir Allah, Engkau Tidak Bisa Merubahnya. (Hikmah Ketiga)

سَوَابِقُ الْهِمَمِ لاَ تخرقْ أَسْوَارَ الْقَدَرِ

Keinginan dan usaha yang kuat tidak mampu merobek ketentuan takdir

Hikmah ini menerangkan bahwa  apa yang ditetapkan oleh Allah di alam azali tidak bisa dirubah dengan usaha dan keinginan yang kuat. Oleh karena itu, engkau harus yakin wahai murid, bahwa keinginan dan usaha adalah bagian dari sebab, sebagaimana sebab-sebab lainnya, yang tidak memiliki pengaruh sama sekali, dan sesuatu yang dihasilkan dari keinginan dan usaha keras adalah bagian dari qadha dan ketetapan Allah Swt.

Jadi, keinginanmu tidak akan memberi manfaat apa-apa jika dihadapkan dengan keinginan Allah Swt.

(Hikmah Keempat)

أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لاَ تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ

Istirahatkan dirimu dari keinginan mengatur dan mengusahakan sesuatu, karena apa yang sudah dilakukan Allah itu tidak akan mampu engkau lakukan.

Istirahatkanlah dirimu dari lelahnya sikap mengatur dan memaksakan sesuatu, karena sikap ini bertentangan dengan ‘ubudiyyah (sifat kehambaan). Termasuk bagian dari adabmu yang tidak bagus kepada Allah adalah perkataan yang seringkali keluar dari mulutmu, “seandainya aku tidak melakukan itu, maka hal ini pasti tidak akan terjadi”. Ketahuilah, sesungguhnya Allah adalah pengatur segala sesuatu. Segala sesuatu terjadi atas ketentuan dan takdir Allah Swt.

Segala sesuatu yang telah diatur oleh Allah tidak mungkin bisa engkau atur. Sesungguhnya engkau tidak akan mampu mengatur sesuatu yang telah diatur oleh Allah. Adapun sikap mengatur dan mengusahakan yang disertai dengan kepasrahan kepada Zat yang Maha Mengatur, maka itu boleh. Nabi Saw. bersabda, “sikap mengatur adalah setengah dari pendapatan”.

Syekh Abdul Majid As-Syarnubi Al-Azhari, Syarhu Kitaabil Hikam

Baca Juga : Tidak boleh bersandar pada amal

Buku Wirid Abuya Menyembuhkan Penyakit Struk

Pada suatu hari, Ustadz Ihya’ Ulumuddin -salah satu murid Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki- dikunjungi oleh seorang tamu yang berpenyakit struk dengan digotong oleh anggota keluarganya. Ustadz Ihya’ Ulumuddin yang merupakan pengasuh pondok pesantren Al-Haromain agak kaget dengan kedatangan tamunya, karena ia belum pernah menyembuhkan orang dan ia juga bukan seorang Tabib.

Setelah dipersilahkan masuk dan berbasa-basi sejenak, si tamu tersebut mengisahkan bahwa tadi malam ia bermimpi bertemu dengan orang yang berpostur gemuk, tinggi, berwajah putih berseri-seri, berkulit putih, dan memakai pakaian (jubah, imamah, surban) yang serba putih. Orang itu kemudian berkata kepadanya, “jika engkau ingin sembuh, datanglah ke rumah Ihya’, dia masih tetanggamu, mintalah kepadanya agar dibacakan kitab karanganku yang berwarna hijau yang berisi kumpulan doa dan wirid”.

Ketika bangun dari tidurnya ia merasa senang sekaligus bertanya-tanya, siapa orang yang berada di dalam mimpinya, apalagi ia juga tidak kenal dengan Ihya. Karena dikatakan di dalam mimpinya bahwa Ihya masih tetangganya, ia kemudian segera menyuruh anggota keluarganya untuk mencari orang yang bernama Ihya. Setelah ditemukan kemudian anggota keluarganya segera membawanya menuju kediaman ustadz Ihya Ulumuddin.

Setelah mengisahkan mimpinya, si tamu tidak sengaja melihat sebuah foto Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang dipajang di dinding ruang tamu, yang belum pernah ia kenal. Ia terkejut seraya berkata, “itu dia orangnya yang ada di dalam mimpiku!”, ustadz Ihya menanggapi, “sebenarnya saya sudah menduga bahwa sosok yang anda ceritakan itu adalah guru saya, tetapi saya tidak tahu kitab yang mana yang dimaksud oleh beliau, di lemari itu banyak sekali kitab”, sambil menunjukkan lemari kitabnya.

Tiba-tiba, matanya terjurus pada sebuah kitab yang tidak begitu besar yang berwarna hijau diantara deretan kitab-kitab itu. Setelah dilihat, benar saja bahwa itu adalah buku karangan Abuya yang berisi kumpulan wirid dan doa-doa ciptaan para ulama salafus shalih. Ada banyak sekali doa di dalam buku itu. Dengan membaca bismillah ia membaca doa sekenanya sambil tangannya mengusap-usap tubuh si tamu. Setelah berdoa, tidak lama kemudian badan si tamu yang terkena penyakit struk tersebut tiba-tiba bisa digerakkan.

Subhanallah, Ustadz Ihya terkaget-kaget dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Si tamu juga merasakan hal serupa, sambil menangis gembira ia mengucapkan terimakasih yang begitu mendalam kepada ustadz Ihya Ulumuddin. Ia sangat bersyukur kepada Allah atas kesembuhan penyakitnya.

Mustafa Husain Al-Jufri, Al-Injaaz Fii Karaamati Fakhril Hijaaz

Baca Juga : Pertolongan Abuya Muhammad bin Alawi dari jauh

Kalam Mutiara Abuya 

Abuya Mendapatkan Hadiah

Ketika Abuya Ditegur

Abuya Ziarah Ke Makam Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani

Makanan-Makanan Hati, Apa Itu?

Makanan-Makanan Hati, Apa Itu?. Hati yang buruk akan menyukai hal-hal yang buruk pula. Orang yang memiliki hati yang buruk akan mencintai sesuatu yang buruk, sebab hati yang buruk selalu lapar dengan keburukan-keburukan. Apabila hati yang buruk itu diberi kebaikan-kebaikan maka ia akan memuntahkannya karena itu bukan makanannya. Lihatlah orang yang hatinya buruk, ia tidak akan puas jika hanya melakukan sedikit keburukan, ia akan terus lapar dan haus akan banyak keburukan.

Makanan-makanan hati yang buruk diantaranya: mengumpat, menggunjing, memfitnah, menghina, merendahkan, mencaci-maki, berprasangka buruk, mengadu, bangga diri, memuji diri sendiri, pamer kekayaan, pamer kesuksesan, dll. Manusia yang tidak pernah memperhatikan urusan hatinya akan haus dengan semua itu. Meskipun ia melakukan shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi jika ia masih haus dengan hal-hal di atas, maka Islamnya masih jauh dari sempurna.

Orang yang disadarkan oleh Allah dengan penyakit-penyakit hatinya akan senantiasa mencari-cari cara bagaimana agar hatinya terbebas dari itu semua, karena hal itu sangat penting.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad dan badanmu, tetapi Ia hanya melihat hatimu”.

Oleh karena itu, Allah sangat menganjurkan agar setiap muslim senantiasa mendidik dan membersihkan hatinya agar ia dicintai tuhannya.

Ketika seseorang telah berusaha membersihkan hatinya dari penyakit-penyakit hati dengan berbagai cara yang telah diajarkan oleh agama, maka sedikit demi sedikit hati akan menjadi putih, sehingga ia tidak mau ketika diberi makanan-makanan yang buruk. Dalam masa pemutihan hati terkadang ia masih ingin memakan makanan-makanan yang buruk, tetapi keinginan kuatnya untuk membersihkan hati selalu menghalangi nafsunya.

Dan ketika hati telah benar-benar putih pasti ia akan haus melakukan kebaikan-kebaikan. Ia tidak puas hanya cukup dengan satu kebaikan, ia akan terus memakan makanan-makanan yang baik tanpa merasa puas. Makanan-makanan hati yang baik diantaranya: tawadhu, ikhlas, menghargai orang lain, meghormati oang lain, menyebarkan kebaikan orang lain, menutupi aib dan rahasia, berprasangka baik, mendamaikan orang yang sedang bermusuhan, dll.

Kita bisa melihat dua tipe manusia di lingkungan sekitar. Ada orang yang mempunyai hati yang buruk dan ada yang orang yang memiliki hati yang baik. Orang yang berhati baik akan sibuk memperbaiki orang lain, sedangkan orang yang berhati buruk akan sibuk menyebarkan fitnah dan keburukan orang lain. Apabila orang yang berhati baik lebih banyak jumlahnya maka kehidupan akan menjadi baik, namun sebaliknya apabila orang yang berhati buruk lebih banyak maka kehidupan akan kacau balau. Hidup ini akan dipenuhi dengan gosip, caci-maki, saling merendahkan, saling menjatuhkan, saling menyebarkan keburukan satu sama lain, dan fitnah ada dimana-mana, masya Allah.

Jadi, hal pertama yang hendaknya diperhatikan oleh seorang muslim adalah urusan hatinya. Bila hati telah putih, barulah ia memperbanyak ibadah dan amal saleh. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dikarunia Allah dengan hati yang baik yang haus dan lapar akan kebaikan-kebaikan. Amiin yaa Rabbal Aalamiin.