Imam Syafi’i Tabarruk Dengan Jubah Muridnya

Sungguh sangat rugi orang yang tidak pernah bertabarruk (mengambil berkah kepada orang-orang sholeh). Apakah mereka menganggap bahwa diri mereka sudah baik dan tidak lagi membutuhkan orang-orang sholeh dalam menghadapi berbagai problematika dalam kehidupan?. Sungguh orang-orang sholeh adalah tempat meminta bantuan yang paling benar.

Anjuran untuk mencari berkah kepada orang-orang sholeh dan para ulama telah ditunjukkan dalam praktek-praktek kehidupan ulama.

Di antara akhlak ulama salaf shaleh adalah meluluhlantahkan dirinya dengan melakukan tabarruk (mengambil berkah) kepada muridnya dan menanggung resiko dengan apa yang dilakukannya. Dia tidak memandang dirinya lebih alim (pintar) atau lebih banyak amal shalehnya dibandingkan muridnya.

Sungguh telah datang kepada kami bahwa Imam Syafi’i, semoga Allah meridhai beliau, ketika mengutus seorang utusan yang ditunjuk beliau untuk mengunjungi Imam Ahmad bin Hanbal, beliau merasakan akan ada musibah besar yang akan menimpanya, namun beliau selamat dari musibah itu, yakni tentang munculnya sebuah permasalahan: “Apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan?.”

Maka, ketika utusan itu memberitahukan tentang tujuan kedatangannya, langsung Imam Ahmad melepas gamis atau baju jubah yang dikenakannya dan memberikannya kepada utusan itu, karena beliau merasa sangat gembira atas kedatangan utusan gurunya, Imam Syafi’i.

Ketika utusan itu pulang dengan membawa gamis dan memberitahukannya kepada Imam Syafi’i, maka beliau berkata kepadanya: Apakah gamis ini sesuatu yang langsung melekat pada badannya, tanpa ada sesuatu lain yang menghalanginya?. Jawab utusan itu: Ya, benar.

Berkata Imam Abdul Wahab asy-Sya’rani: Kemudian, Imam Syafi’i mencium gamis itu dan meletakkannya di atas kedua mata beliau. Selanjutnya, beliau mengucurkan air ke atas gamis itu di dalam sebuah wadah dan mengosok-gosokkannya di dalamnya. Setelah itu beliau memerasnya dan meletakkan air basuhan gamis itu ke dalam sebuah botol. Maka, setiap ada orang sakit dari kalangan sahabat beliau, beliau mengirimkan air basuhan dari gamis itu kepadanya. Kemudian, jika dia mengusap badannya dengan air basuhan itu, maka sembuhlah penyakitnya, karena memang sudah waktunya.

Dengan demikian, simaklah wahai saudaraku tentang ketawadhu’an (kerendah-hatian) Imam Syafi’i dan Imam Ahmad sebagai murid beliau. Ini menunjukkan kepadamu bahwa suatu kaum meskipun banyak amal shaleh mereka, namun mereka tidak memandang luhur diri mereka sehingga merendahkan orang lain, sebaliknya dari kaum itu banyak hal-hal yang terjadi pada golongan guru-guru agama di zaman sekarang ini.

Kitab Tanbihul Mughtarrin, karya Imam Abdul Wahab Asy-Sya’rani, seorang Wali Qutub pada zamannya, halaman 86, cetakan Darul Kutub al-Islamiyyah)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: