Menilai Nilai Diri Dihadapan Allah Di Dalam Shalat KitaApabila kita ingin mengetahui setinggi apa maqam (kedudukan) kita di sisi Allah, maka lihatlah bagaimana kita menjalankan shalat. Apakah kita bersungguh-sungguh dan berusaha melakukannya dengan sempurna atau sekedar menjalankannya.
Ibnu Athaillah berkata, “Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. mengatakan, ‘Keadaan dirimu bisa diukur melalui shalat, Apabila engkau meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi maka kau bahagia, namun jika tidak, tangisilah dirimu.
Apabila kaki masih sulit untuk dilangkahkan menuju shalat, adakah orang yang tidak ingin berjumpa dengan Kekasihnya?
Allah berfirman, ‘Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungka.’ (QS. Al-Ankabut 29: 45). Barangsiapa yang ingin mengenal hakikat dirinya di sisi Allah dan mengetahui keadaannya bersama Allah, maka perhatikanlah shalatnya. Apakah ia melakukan shalat dengan khusyuk dan tenang atau dengan lalai dan tergesa-gesa?
Jika engkau tidak menunaikan shalat dengan khusyuk dan tenang maka sesalilah dirimu, sebab orang yang duduk dengan pemilik kesturi, ia akan dapatkan wanginya. Sementara, ketika shalat, sesungguhnya engkau duduk bersama Allah. Jika engkau ada bersama-Nya tetapi tidak mendapatkan apa-apa, berarti ada penyakit dalam dirimu.
Mungkin berupa sombong, ujub, atau kurang beradab. Allah SWT berfirman, ‘Akan Ku-palingkan dari ayat-ayat-Ku orang yang bersikap sombong di muka bumi dengan tidak benar’. (QS Al-A’raf 7: 146).
Dan setelah engkau menunaikan shalat, janganlah terburu-buru pergi meninggalkan tempat shalat. Duduklah sejenak untuk berzikir mengingat Allah seraya meminta ampunan atas segala kekurangan. Bisa jadi shalatnya tidak layak diterima. Tapi, setelah berzikir dan beristigfar, shalatnya menjadi diterima. Rasulullah sendiri selepas shalat selalu membaca istigfar sebanyak 3 kali.
Taj Al-‘Arus, Ibnu Athoillah