Apa Itu Nikah Mut’ah ?

Bismillah, walhamdulillah, wassholatu wassalamu ‘ala sayyidina Rasulillah wa alihi wa shohbihi wa man walah, wa ba’d. Nikah mut’ah terjadi apabila ada seorang laki-laki yang berkata kepada seorang wanita, atamatta’ biki kadza muddatan bikadza minal maal (saya menginginkan dirimu selama sekian hari, bulan, atau tahun dan aku akan membayarmu sekian).

Nikah mut’ah adalah pernikahan yang pernah terjadi di zaman jahiliyah. Sedangkan di dalam agama Islam hukumnya boleh pada masa-masa awal, namun kemudian diharamkan pada masa-masa selanjutnya.

Hukum nikah mut’ah adalah boleh menurut pendapat syi’ah imamiyah. Para ulamanya telah mencatat hukum-hukumnya di dalam kitab-kitab fiqih madzhab syi’ah. Ja’far bin Hasan al-Hadzli di dalam kitabnya al-muhaqqoh al-hulli mengatakan bahwa nikah mut’ah memiliki 8 hukum yaitu:

1. Jika seorang laki-laki telah mengucapkan niat mut’ah dengan menyebutkan waktu dan mahar yang akan dibayar maka akadnya sah. Jika tidak menyebutkan mahar tetapi menyebutkan tempo, maka akadnya juga sah. Sedangkan, jika ia tidak menyebutkan temponya tetapi menyebutkan maharnya, maka akadnya sah dengan tempo seumur hidup.

2. Semua syarat yang diminta oleh pihak wanita kepada pihak laki-laki harus dikatakan ketika akad. Jika dikatakan sebelum atau sesudah akad, maka syarat itu tidak wajib dipenuhi.

3. Wanita yang telah akil baligh – baik masih perawan atau janda – boleh memutuskan untuk melakukan nikah mut’ah dengan siapa saja yang ia sukai, dan walinya tidak boleh menghalangi keputusannya.

4. Pihak laki-laki harus menggauli si wanita sesuai dengan masa tempo yang telah disyaratkan.

5. Dibolehkan untuk melakukan azl (mengelurkan mani di luar rahim) dengan tanpa meminta izin kepada si wanita. Dan apabila si wanita itu hamil, maka anak yang nanti dilahirkan dinasabkan kepada laki-laki itu.

6. Tidak ada istilah thalaq (cerai) di dalam pernikahan ini, akan tetapi kedua pihak akan berpisah dengan sendirinya setelah jatuh tempo.

7. Akad ini tidak mengharuskan adanya saling mewarisi antara laki-laki dan perempuan.

8. Jika jatuh tempo, ‘iddahnya sebanyak dua kali haid sebelum ia kembali melakukan nikah mut’ah. (syaro’i’il islam fii masaa’ilil halal wal haroom, Ja’far bin Hasan al-Hadzli).

Syekh Ali Jum’ah, Al-bayan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: