Pada suatu hari Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Saw. yang sedang duduk bersama dengan para sahabat. Malaikat Jibril datang dalam rupa seorang laki-laki tampan yang rambutnya sangat hitam dan baju yang sangat putih -sebagaimana dikisahkan di dalam suatu riwayat-. Kemudian ia duduk di depan Muhammad seperti duduknya seorang murid di depan gurunya, dan Rasulullah meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Jibril. Lalu Malaikat Jibril berkata, “ya Rasulullah apa itu Islam?”, Nabi menjawab, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadhan, dan pergi haji ke baitullah bagi yang mampu”, “benar!” sahut Malaikat Jibril. Sayyida Umar berkata, “Aku heran, bagaimana ia bertanya, tetapi ia membenarkannya”. Malaikat Jibril melanjutkan pertanyaannya, “apa itu Iman?”, nabi menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat, kitab, para rasul, hari kiamat, dan beriman kepada qadha’ dan qadar”, “benar!”, sahut Malaikat Jibril. “Apa itu Ihsan?”, “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka Ia melihatmu”.
Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dasar dalam menciptakan ilmu-ilmu syar’i, lalu mereka membukukan ilmu yang membahas tentang iman, yang dinamakan dengan ilmu tauhid. Ilmu ini mengandung pembahasan mengenai iman kepada Allah, rasul, kitab-kitab, dan hari akhir. Lalu mereka membagi ilmu tauhid ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang Allah dan hal-hal yang berkaitannya dengan-Nya yang mencakup sifat-sifat wajib (harus ada) bagi Allah, sifat-sifat mustahil (tidak mungkin), dan sifat ja’iz (boleh), dimana keseluruhannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Bagian kedua membahas tentang kenabian yang berisi penjelasan tentang sifat-sifat wajib, mustahil, dan sifat ja’iz. Adapun bagian ketiga berisi tentang sam’iyyat (hal-hal yang didengar) yang membahas informasi-informasi yang datang kepada kita melalui pendengaran -dan bukan melalui pikiran, penglihatan, maupun perenungan-. Misalnya adanya hari akhir, surga, neraka, siroth (jembatan), mizan (timbangan), hisab (perhitungan amal), malaikat, jin, dan lain-lain, yang kesemuanya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Para ulama juga menciptakan ilmu fikih yang berfungsi untuk menjaga Islam (syariat). Penelitian dan kajian yang amat mendalam dalam bidang fiqih menjadikan permasalahan yang dibahas dalam ilmu ini kian berkembang luas. Ada sebagian ahli fikih yang mencoba untuk menelitinya sampai akhirnya menemukan bahwa ada lebih dari satu juta permasalahan yang telah dikaji oleh para fuqaha’ (ulama ahli ilmu fikih) yang telah termaktub di dalam kitab-kitab mereka. Dan semuanya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Perbedaan pemahaman kaum muslimin ketika membaca dan mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadits menyebabkan munculnya banyak madzhab fiqih yang konon jumlahnya mencapai lebih dari 90 madzhab. Namun seiring dengan berjalannya masa, banyak madzhab yang tidak memiliki banyak pengikut sehingga madzhab tersebut menghilang. Jumlah madzhab pun terus-menerus berkurang hingga tersisa menjadi 45 madzhab. Dan setiap tahun jumlah madzhab ini terus-menerus mengalami penurunan hingga yang masih hidup dan berkembang sampai sekarang hanya ada 8. Diantara 4 madzhab yang paling terkenal dan paling banyak pengikutnya adalah Hanafiyah, Syafi’iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah. Adapun 4 madzhab lainnya tidak begitu terkenal, mereka adalah Ja’fariyah (banyak diikuti oleh kalangan syiah), ‘Ibaadhiyyah (banyak diikuti oleh penduduk negara Oman dan Al-Jaza’ir), Zaidiyah (diikuti oleh banyak penduduk Yaman), dan zhahiriyah (banyak diikuti oleh penduduk Maghrib).
Adapun imam-imam madzhab yang terkenal diantaranya adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H, dan usianya mencapai 70 tahun. Imam Malik wafat pada tahun 174 H, dan usianya sekitar 84 tahun. Imam Syafi’i wafat pada tahun 204 H, dan usianya 54 tahun. Dan Imam Ahmad bin Hambal wafat pada tahun 241 H. Mereka adalah ulama-ulama ahli fikih yang menyebarkan ilmu fikih sampai ke penjuru dunia dan berkembang hingga sekarang.
Adapun yang terakhir, ulama membuat kitab-kitab tasawuf yang berfungsi untuk meenjaga ilmu Ihsan. Di dalam kitab ini kita akan belajar tentang bagaimana cara mendapatkan hati yang suci, khusyu’, ikhlas, tawadhu’, mencintai Allah, mencintai Rasulullah, tawakkal, sabar, dll. Kita tidak bisa mendapatkan semua itu hanya dengan membaca kitab-kitab tasawuf, tetapi kita harus memerlukan guru yang akan menunjukkan kepada kita bagaimana cara melatih hati sedikit demi sedikit untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Adapun para Syaikh yang alim dan masyhur di dalam bidang ilmu ini diantaranya, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailai, Al-Imam Al-Ghazali, Al-Imam Junaid Al-Baghdadi, Al-Imam Baha’uddin An-Naqsyabandi, Syaikh Yusuf Al-Hamdani, dll. Merekalah para panutan yang harus kita ikuti. Jika mereka telah tiada, maka mengikuti mereka dengan cara mengikuti para guru yang masih hidup pada zaman sekarang, dimana mereka memiliki guru, dan guru mereka juga memiliki guru yang terus-menerus bersambung kepada para ulama itu. Semoga kita diberi anugerah untuk memahami ilmu Ihsan ini, karena ilmu ini dikatakan oleh para ulama sebagai inti Agama Islam, dan amat beruntung orang yang memahaminya dan bisa mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Syaikh Ali Jum’ah, At-Thariq ila Allah