مِنْ عَلاَمَاتِ الْإعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلَلِ
Tanda bergantungnya seseorang pada amalan adalah menipisnya harapan untuk mendapatkan rahmat Allah, ketika tergelincir dalam jurang kemaksiatan
Apabila seseorang bersandar pada amal ibadah, maka harapannya untuk mendapatkan rahmat Allah akan berkurang ketika tergelincir dalam perbuatan maksiat. Hikmah ini memberikan pelajaran kepada kita agar harapan kita untuk mendapatkan rahmat Allah tidak bertambah besar ketika sedang mengerjakan amal ibadah, dan tidak berkurang ketika tergelincir dalam perbuatan maksiat.
Mereka yang mampu untuk melakukan nasehat ini adalah orang-orang ‘arif (ahli makrifat). Karena orang-orang ‘arif senantiasa melihat bahwa semua amal ibadanya berasal dari Allah semata.
Allah berfirman,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ (٩٦)
Allah yang menciptakan kalian, dan apa yang kalian lakukan. (QS. As-Shaffaat: 96).
Ketika orang-orang ‘arif memahami ayat ini, mereka tidak akan menambah harapan untuk memperoleh rahmat dengan amal ibadah. Mereka tidak melihat bahwa merekalah yang melakukan amal ibadah. Begitupula harapan mereka untuk mendapatkan rahmat Allah tidak mengecil ketika sedang tergelincir dalam jurang kemaksiatan. Karena mereka sedang tenggelam dan berenang-renang dalam lautan ridha dan takdir Allah Swt. Sesungguhnya hati mereka telah bersambung pada tali qadha (ketetapan) Allah Swt.
Allah Swt. menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki. Ia berhak melakukan apapun. Dan ridha kepada qadha Allah dan menyerahkan segala keinginan kita kepada keinginan Allah wajib hukumnya. Di dalam syair dikatakan, ‘perbuatan dosa tidak menghalangi harapan seseorang untuk mendapatkan rahmat Allah, karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun dosa’.
Sementara para salikiin (orang-orang yang baru berjalan menuju Allah) masih menggantungkan kesenangan mereka pada amal saleh. Mereka masih merasa takut dan mengecilkan harapan ketika sedang tergelincir dalam kemaksiatan dan kesalahan, karena mereka masih melihat bahwa maksiat itu berasal darinya.
Sesungguhnya Allah menjadikan amal saleh sebagai sebab untuk menaikkan derajat seorang hamba di surga Allah. Sebaliknya, amalan yang buruk akan mengantarkannya kepada neraka jahanam. Allah berfirman,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (٥)وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧)وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (٨)وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (٩)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (١٠)
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah), bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (QS. Al-Lail: 5-10).
Nasehat yang dapat dipetik dari hikmah ini untuk salikin adalah anjuran untuk memperbanyak amalan saleh dengan berbagai macam ibadah dan bergantung kepada sebab yang bisa mengantarkannya kepada Allah Swt., dengan harapan agar nantinya mereka menjadi bagus pada awalnya. Karena awal yang bagus akan menjadikan akhir yang bagus. Nasehat lain dari hikmah ini adalah dorongan bagi orang-orang yang baru berjalan menuju Allah untuk giat berusaha mendapatkan rahmat Allah dan tidak bergantung kepada amal ibadah dan hanya bergantung dan berharap kepada Allah Swt.
Dan hal yang harus diperhatikan oleh setiap murid adalah bahwa hikmah ini tidak dimaksudkan untuk meninggalkan ibadah. Yang dianjurkan oleh pengarang adalah kita tidak boleh menggantungkan diri kepada amalan, tetapi kepada Allah.
Nabi bersabda, Allah tidak akan memasukkan seseorang kedalam surga dengan amalannya. Lalu para sahabat berkata, “begitupula dengan engkau wahai nabi?”, nabi berkata, “begitu juga denganku, kecuali jika Allah sudah menurunkan rahmat-Nya”.
Para ulama telah menggabungkan hadis ini dengan firman Allah,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٣٢)
Masuklah kalian ke dalam surga Allah karena amalan kalian (QS. An-Nahl: 32).
lalu mereka menyimpulkan bahwa suatu amalan tidak ada artinya, kecuali amalan yang diterima. Dan diterimanya suatu amalan itu murni karena rahmat dan fadhal (kemuliaan) dari Allah Swt. Dan masuknya seseorang ke dalam surga itu juga murni rahmat dan karunia Allah.
Sesungguhnya amal ibadah adalah sebab yang tampak, dan Allah hanya akan memberikan taufik-Nya kepada yang diridhai-Nya. Dan semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan ridha dari Allah Swt.
Pensyarah kitab Al-Hikam (Ibnu Athailallah As-Sakandari)
Syaikh Abdul Majid As-Syarnubi Al-Azhari
Baca Juga : Hikmah kedua, Tentang Keinginan
Hikmah Ketiga dan Empat, Mengenai Taqdir
Subhanallah… cukup meninspirasi & memberi pemahaman.
SukaSuka